Dua malam yang lalu, seperti biasa aku duduk didepan meja bundarku. Aku ditemani
pena yang menggelayut erat dalam lipatan jariku berpikir mengumpulkan hal-hal
baru yang menarik dan dapat kurangkai dalam kata-kata. Ya, itulah kebiasaanku,
menulis di tengah heningnya malam dan kegelapannya. Sebuah kebiasaan yang telah
dipahami dengan sendirinya oleh para rekan dan keluargaku.
Belum lama aku
tenggelam dalam perenunganku, dan belum sebuah masalah pun yang tergambar dalam
otakku. Tiba-tiba sebuah sengatan tajam menusuk kulit telingaku, lalu pindah
ketanganku.... Pikiranku buyar.. tapi ternyata kebuyaran itu membentuk sebuah
hal baru yang muncul dalam pikiranku.
Seekor nyamuk telah menggangguku.
Aku berusaha menepuknya, tapi sayapnya lebih cepat membawa lari mungil tubuhnya.
Aku mencoba buka jendela, dan dengan cara itu ada gerombolan nyamuk lain yang
langsung menerjang masuk. Kuhantam mereka dengan satu kibasan.... Luar biasa
ternyata mereka mampu menghindar dengan berpencar.... Sungguh baru kali ini aku
melihat ada sebuah umat yang dengan jalan berpencar dan berbeda arah malah mampu
menyelamatkan kehidupannya. Mereka adalah nyamuk-nyamuk yang
pandai.
Kalau begitu alangkah lemahnya manusia, yang selalu merasa paling
pandai dan merasa paling kuat, bahkan merasa selalu ingin menguasai dunia ini
dengan kekuatan... Padahal mereka kadang malah tertipu dengan keangkuhannya,
merasa kuat, tapi untuk membunuh serangga kecil itu dengan satu kibasan saja
kadang tak mampu...
Kalau manusia mau berpikir, bahwa antara manusia yang
berakal, hewan yang berinsting, tumbuhan yang berkembang, ataupun benda mati
yang diam semuanya tak akan ada kekuatan apapun kecuali berkat karunia ilahiyah
semata. Tapi itulah yang kerap dilupakan.
Aku menemukan beberapa
kesamaan antara nyamuk dan manusia.
Pertama, nyamuk mencari jalan
hidupnya dengan mengisap darah, namun terkadang ia berlebihan dalam isapannya
sehingga kecil badannya tak mampu menampung semua hasilnya tadi. Begitupun ia
terus mengisap tak mau berhenti, hingga akhirnya perutnya kembung dan hampir
pecah dengan sendirinya... Sungguh ia mencari hidup melalui jalan kematian, dan
mencari jalan keselamatan namun disarang bahaya.
Kalau lah boleh kita
qiyaskan maka ia tak jauh beda dengan orang serakah dan pecandu narkoba, pada
isapan dan hirupan pertamanya ia merasa melihat surga dan kebahagiaan, sehingga
ia tertuntut untuk kedua, dan ketiga kalinya bahkan seterusnya... Hingga menjadi
sebuah kedahagaan tersendiri jika ia tak mengulanginya. Sementara ia tidak
menyadari bahwa kefanaan telah mengintai dirinya dengan taring-taring yang
menyeringai.
Kedua, nyamuk adalah mahluk yang tak mempunyai siasat
mencari hidup yang baik. Hal itu dapat kita lihat saat ia hinggap pada tubuh
manusia, ia tak hinggap kecuali dengan membawa dengungan suara yang yang
menandakan akan kedatangannya. Akhirnya secara otomatis tubuh yang ia hinggapi
tadi akan sgera menampiknya dan menggagalkan usahanya.
Toh kalau boleh
kita kiyaskan maka ia tak lebih bagaikan seorang politikus yang bodoh, yang
banyak ngoceh sana-sini, dan mengumbar statement tanpa karuan yang akhirnya
statemen-statemen itu malah menghancurkanya, dan membuat musuh dapat berbuat
sekehendak hati padanya, bahkan menyerangnya dengan serangan balik yang tidak ia
sadari...
Ketiga, nyamuk yang dengan keringanan tubuhnya mampu hinggap di
tubuh manusia dengan hampir tak terasa sedikitpun. Tapi sengatan dan gigitan
yang ditimbulkan olehnya betul-betul perih dan menyakitkan. Ini bisa
dianalogikan seperti seorang yang dengan segala senyum manisnya berusaha untuk
memikiat hati orang lain, hingga saking indah dan mesranya senyum itu, kita tak
mempunyai sedikit prsangka buruk kepadanya. Tapi ternyata dibalik senyum nan
indah dan bersahaja itu tersimpan sejuta tujuan nan jahat bahkan sanggup
mengahancurkan dan "menyengat" kita jika maksud dan tujuannnya telah
tercapai.
Diterjemahkan dari Kitab AN-NAZARAT Oleh Musthofa Luthfi el
Manfaluthi.
vhemy@yahoo.com
sumber : eramuslim