Bagi laki-laki batas auratnya adalah dari pusar hingga ke lutut (termasuk paha). Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
" Paha itu aurat.” [Hadits shahih: Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (no. 2796, 2797) dari Ibnu ‘Abbas dan Jarhad al-Aslami radhiyallaahu ‘anhum. Lihat Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 4280]
Sedangkan bagi wanita adalah seluruh tubuhnya, kecuali muka dan telapak tangannya. Termasuk aurat bagi wanita adalah rambut dan betisnya. Jika auratnya sampai terlihat oleh selain mahramnya, maka ia telah berbuat dosa, termasuk dosa bagi suaminya karena telah melalaikan kewajiban ini. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda
“Ada dua golongan penghuni Neraka, yang belum pernah aku lihat keduanya, yaitu suatu kaum yang memegang cemeti seperti ekor sapi untuk mencambuk manusia, dan wanita-wanita yang berpakaian tetapi telanjang, ia berjalan berlenggak-lenggok dan kepalanya dicondongkan seperti punuk unta yang condong. Mereka tidak akan masuk Surga dan tidak akan mencium aroma Surga, padahal sesungguhnya aroma Surga itu tercium sejauh perjalanan begini dan begini.” [Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Muslim (no. 2128), dari Shahabat Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu]
Para ulama mengatakan, arti berpakaian tapi telanjang adalah bahwa para wanita ini mengenakan pakaian yang sempit, tipis atau pendek.
Petunjuk dari para isteri-isteri sahabat dahulu, bahwa mereka mengenakan pakaian yang sampai ke mata kaki, hingga pergelangan tangan. Kecuali apabila akan keluar, maka mereka mengenakan pakaian yang memanjang hingga lebih rendah dari sebelumnya dan lebih panjang dari pergelangan, atau kadang mengenakan sarung tangan, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa para wanita dilarang untuk mengenakan sarung tangan ketika sedang ihram.ini menunjukkan bahwa mengenakan sarung tangan sudah menjadi kebiasaan pada saat itu. Kalau tidak, maka tidak perlu lagi ada larangan untuk mengenakannya saat ihram (untuk haji dan umrah).
[Disalin dari Kitab Al-Fatawa Al-Jami'ah Lil Mar'atil Muslimah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanita, Penyusun Amin bin Yahya Al-Wazan, Penerjemah Amir Hamzah Fakhruddin, Penerbit Darul Haq]
— bersama Fadlan Rabbani Garamatan.
Foto: BATAS AURAT Bagi laki-laki batas auratnya adalah dari pusar hingga ke lutut (termasuk paha). Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda. " Paha itu aurat.” [Hadits shahih: Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (no. 2796, 2797) dari Ibnu ‘Abbas dan Jarhad al-Aslami radhiyallaahu ‘anhum. Lihat Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 4280] Sedangkan bagi wanita adalah seluruh tubuhnya, kecuali muka dan telapak tangannya. Termasuk aurat bagi wanita adalah rambut dan betisnya. Jika auratnya sampai terlihat oleh selain mahramnya, maka ia telah berbuat dosa, termasuk dosa bagi suaminya karena telah melalaikan kewajiban ini. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda “Ada dua golongan penghuni Neraka, yang belum pernah aku lihat keduanya, yaitu suatu kaum yang memegang cemeti seperti ekor sapi untuk mencambuk manusia, dan wanita-wanita yang berpakaian tetapi telanjang, ia berjalan berlenggak-lenggok dan kepalanya dicondongkan seperti punuk unta yang condong. Mereka tidak akan masuk Surga dan tidak akan mencium aroma Surga, padahal sesungguhnya aroma Surga itu tercium sejauh perjalanan begini dan begini.” [Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Muslim (no. 2128), dari Shahabat Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu] Para ulama mengatakan, arti berpakaian tapi telanjang adalah bahwa para wanita ini mengenakan pakaian yang sempit, tipis atau pendek. Petunjuk dari para isteri-isteri sahabat dahulu, bahwa mereka mengenakan pakaian yang sampai ke mata kaki, hingga pergelangan tangan. Kecuali apabila akan keluar, maka mereka mengenakan pakaian yang memanjang hingga lebih rendah dari sebelumnya dan lebih panjang dari pergelangan, atau kadang mengenakan sarung tangan, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa para wanita dilarang untuk mengenakan sarung tangan ketika sedang ihram.ini menunjukkan bahwa mengenakan sarung tangan sudah menjadi kebiasaan pada saat itu. Kalau tidak, maka tidak perlu lagi ada larangan untuk mengenakannya saat ihram (untuk haji dan umrah). [Disalin dari Kitab Al-Fatawa Al-Jami'ah Lil Mar'atil Muslimah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanita, Penyusun Amin bin Yahya Al-Wazan, Penerjemah Amir Hamzah Fakhruddin, Penerbit Darul Haq]
sumber : http://www.facebook.com/photo.php?fbid=3059538424716&set=p.3059538424716&type=1&ref=nf