Di tengah-tengah para sahabat, Rasulullah SAW mewartakan kondisi umat Islam pada 
akhir zaman. Rasulullah bersabda, ''Pada akhir zaman nanti, umatku bagaikan 
memegang api membara di tangannya. Mereka asing di antara para 
manusia.''
Salah seorang sahabat bertanya, ''Berarti umat Islam menjadi 
umat minoritas nantinya, ya Nabi Allah?''Rasulullah kemudian menjawab, ''Bukan, 
bukan!''''Lalu, bagaimana?'' tanya sahabat. 
''Pada saatnya nanti hanya 
segelintir orang dari umatku yang tetap berpegang teguh pada Islam secara 
konsisten. Mereka ini bagaikan orang asing seperti Islam generasi awal,'' 
Rasulullah menjelaskan.
Dulu, sewaktu Rasulullah mendakwahkan Islam 
kepada kaum kafir Quraisy, tanggapan sinis, skeptis disertai caci-maki, hinaan, 
bahkan siksaan mendera diri Nabi Muhammad SAW. Beliau dan para pengikutnya 
dengan lantang menyuarakan kebenaran Islam yang agung. Beliau berani menentang 
arus besar pemikiran, sikap, dan tindakan mayoritas umat dengan penuh keyakinan 
dan semangat juang kuat. 
Dus, tradisi baru yang dikembangkan Rasulullah 
dan para sahabat dianggap keluar dari pakem, nyeleneh, menyimpang, melawan 
otoritaritas suci, dan, tentunya, asing di tengah-tengah tradisi kafir 
Quraisy.
Saat ini, jalan lurus Islam semakin banyak dilalui penduduk 
bumi. Di tiap jengkal tanah seantero bumi, telah tertanam benih-benih Islam. 
Ironinya, nomina kuantitas tidak seiring berkelindan dengan kualitas 
keberagamaan para pemeluknya. Masih relatif sedikit yang benar-benar mau 
menjalani Islam sebagai matan keyakinan dan cita-cita kehidupan. 
Bahkan, 
acapkali muka sinis, pandangan benci, ucapan sarkastis ditujukan dan ditimpakan 
kepada minoritas kecil ini. Tidak aneh, bila itu keluar dari musuh-musuh Islam, 
tetapi yang memprihatinkan justru keluar dari rahim kepribadian umat Islam 
sendiri. Tampaklah bahwa pewartaan Rasulullah beberapa abad yang lalu telah 
mewujud menjadi sebuah kenyataan.
Berat memang, menjalani kehidupan di 
era posmo ini sesuai dengan kaidah agama. Menggenggam kebenaran laksana 
menggenggam api membara. Bergegas ke masjid manakala suara adzan bergema, 
mengajak teman ikut kajian keislaman, terlibat dalam kegiatan dakwah, menolak 
ajakan teman untuk nonton film maksiat, seringkali dicap sebagai tindakan dan 
pandangan kuno. 
Tak pelak, stigma konservatif, dogmatis, literalis, out 
of date, bahkan fundamentalis harus diterima lapisan minoritas umat ini. 
Sebaliknya, menjalankan agama semau gue, perilaku bebas nilai, hedonis, 
permisif, dan sekuler sangat lazim dan populer.
Yang sedikit dan asing 
inilah yang harus kita jadikan referensi kehidupan. Meski sedikit, mereka tak 
lekang oleh waktu, tak lapuk diterpa zaman. Mereka adalah manusia suci pengusung 
panji-panji kebenaran. Mereka selalu meniti jalan kebenaran meski terlalu licin 
dan sempit. Lantas di manakah kita berpijak? (Farida Annur)
sumber 
: Republika





