Aunur Rofiq Ghufron
Beberapa waktu yang lalu, kami mengulas tentang bagaimana
bertamu yang sesuai dengan sunnah Rasulullah. Lalu bagaimana dengan sikap shohibul
bait (tuan rumah)? Langsung saja (tanpa pendahuluan) kami uraikan satu per
satu bagaimana adab yang benar dalam menerima tamu, baik itu muslim maupun
kafir. Apa saja yang diperbolehkan dan apa saja yang
dilarang?
1. Menjawab Salam
Menjawab
salam saudara kita sesama muslim berarti merealisasikan sunnah Rosululloh dan
menunaikan hak sesama muslim.
Dari
Abu Hurairoh berkata: Saya mendengar Rosululloh bersabda:
"Hak orang muslim terhadap muslim lainnya ada lima; Menjawab salam...
" 1
Adapun apabila ahli kitab yang
mengucapkan salam, maka jawabannya cukup hanya dengan ucapan "alaik"
atau "alaikum" saja, sebagaimana keterangan yang lalu.
2. Boleh Menanyakan Siapa Namanya
Ketika sohibul bait (tuan
rumah) mengetahui ada tamu yang sedang meminta izin masuk ke rumahnya sedangkan
dia tidak mengenal sebelumnya, maka boleh menanyakan namanya. Misalnya dengan menggunakan
pertanyaan: "Siapa nama Anda?", "Siapa itu?" atau
pertanyaan serupa lainnya.
Dari
Qotadah dia berkata:
"Aku pernah
bertanya kepada sahabat Anas: Apakah berjabat tangan itu ada pada zaman sahabat
Nabi" Maka dia menjawab: "Ya". 2
Hikmah berjabat tangan sesama
muslim sangat banyak sekali, antara lain: dapat melapangkan dada, menambah erat
ukhuwah Islamiyah dan dapat menghapus dosa selama belum berpisah.
3. Boleh Menolak Tamu
Alloh memberi wewenang kepada shohibul
bait untuk menentukan sikap terhadap tamu yang datang antara menerima dan
menolak. Jika memang harus menolaknya karena suatu hal, maka hendaknya dia
menolak dengan sopan, menyampaikan udzurnya dan dengan adab yang baik.
Dari
Abu Hurairah dari Nabi Beliau berkata:
... barang siapa yang beriman kepada
Alloh dan hari akhir maka hendaknya memuliakan tamunya, dan barang siapa yang
beriman kepada Alloh dan hari akhir maka hendaknya bicara yang benar atau diam.
3
4. Berjabat Tangan
Ketika bertemu dengan tamu
saudara sesama muslim, disunnahkan berjabat tangan sebagaimana amalan para
sahabat Nabi Muhammad.
Dari
Jabir bin Abdulloh bahwasanya dia berkata:
Saya datang
kepada Rosululloh untuk membayar hutang ayahku, aku mengetuk pintu rumahnya.
Beliau bertanya: "Siapa itu?". 4
Dari
Al-Barro' bin Azib ia berkata: Rosululloh bersabda:
Tidaklah dua
orang Islam yang saling bertemi lalu berjabat tangan melainkan Alloh akan
mengampuni keduanya selagi belum berpisah. 5
Tetapi bila tamunya wanita yang
bukan mahrom, maka dilarang berjabat tangan. Karena Rosululloh sepanjang
hidupnya tidak pernah berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahromnya.
Dari Aisyah ia berkata:
... tidaklah pernah tangan Rosululloh menyentuh tangan seorang
wanitapun (yang bukan -mahromnya), kecuali budak wanita yang beliau miliki. 6
Bahkan dosa orang yang berjabat
tangan atau menyentuh wanita yang bukan mahromnya lebih pedih daripada ditusuk
kepalanya dengan jarum besi.
Dari Ma'qol bin Yasar ia
berkata: Rosululloh bersabda:
"Sungguh kepala seorang bila ditusuk dengan jarum besi itu
lebih balk dari pada menyentuh wanita yang tidak halal baginya ". 7
5. Boleh Saling Berpelukan
Berpelukan dengan tamu yang
datang dari bepergian, pada asalnya dibolehkan, karena banyak sahabat yang
mengamalkannya. Imam Ahmad, Abu Ja'far At-Thohawi berkata:
Ulama berselisih pendapat dalam hukum berpelukan. Ada
yang membolehkan dan ada yang melarang. Mereka yang membolehkan berdalil dengan
riwayat dari Sya'bi dengan sanadnya:
"Sesungguhnya
sahabat Nabi apabila mereka bertemu, mereka saling berjabat tangan dan bila
datang dari bepergian mereka berpeluk-pelukan.
Dari
Abu Ja'far dia berkata: Ketika aku datang menghadap Rosululloh dari Najasi
beliau menjumpaiku lalu memelukku.
Dari Ummu Darda'
dia berkata: Ketika Salman tiba, dia bertanya "Dimana saudaraku?"
Lalu aku menjawab: "Dia di masjid", lalu dia menuju ke masjid dan
setelah melihatnya, dia memeluknya, sedangkan sahabat yang lain saling
berpeluk-pelukan pula.
Kesimpulannya:
Pada mulanya dilarang berpeluk-pelukan kemudian atsar berikutnya membolehkan. 8
Muhammad Al-Mubarokfuri berkata:
"Adapun penggabungan hadits antara Riwayat Anas yang
menerangkan tidak disyari'atkannya berpelukan, dengan riwayat Aisyah yang
membolehkannya, maka riwayat Aisyah mertunjukkan kekhususan ketika datang dari
bepergian. Wallohu a'lam." 9
Kami tambahkan pula bahwa bab
berpelukpelukan ini dikutip pula oleh Imam Bukhori di dalam kitab shohihnya,
Imam Tirmidzi di dalam kitab Jami'nya dan Abu Dawud di dalam kitab Sunannya
yaitu Kitab Al-Isti'dzan wal Adab, silakan menelaahnya.
Walhasil, berpelukan dengan tamu
yang baru datang dari bepergian jauh dibolehkan asal sesama jenis. Sebagaimana
yang pernah diamalkan oleh para sahabat. Wallohu a'lam.
Catatan Kaki
HR Bukhori.
HR Bukhori.
HR Bukhori.
HR Bukhori.
HR. Ahmad, Tirmidzi, Abu Dawud dan Ibnu
Majah. Albani berkata: "Hadits ini shohih." No: 525.
HR.Bukhori.
HR. Tabrani dalam Mu'jamil Kabir dan
dishohihkan oleh Al-Albani dalam As-Shohihah: 226.
Untuk lebih jelasnya periksa kitab Syarhu
Ma'anil Atsar: 4/281.
Lihat kitab Tuhfatul Ahwadzi:
7/434.